BELAJAR MATEMATIKA
Category Archives: MATERI MATEMATIKA Kelas IX SMP
BARISAN DAN DERET ARITMATIKA
Jumpa lagi denga rumus matematika, dalam kesempatan ini kira-kira materi apa yang akan kita bahas? Sebelumnya telah kita pelajari bersama tentang materi turunan, dan mudah-mudahan sobat semua telah paham tentang materi tersebut. Nah bagaimana kalau sekarang kita pelajari tentang barisan dan deret aritmatika, apa itu barisan dan deret aritmatika?
BARISAN ARITMATIKA
Pertama kita mulai dari barisan, barisan bilangan adalah urutan dari bilangan yang dibuat berdasarkan aturan tertentu. Sedangkan untuk barisan aritmatika adalah sebuah barisan bilangan dimana setiap pasangan suku-suku yang berurutan memiliki selisih yang sama. contoh : 6,9,12,15,…
Selisih bilangan pada barisan aritmatika disebut beda yang biasa disimbolkan dengan huruf b, untuk contoh diatas memiliki nilai beda 3. Dan bilangan yang menyusun suatu barisan disebut suku, dimana suku ke n dari suatu barisan disimbolkan dengan Un sehingga untuk suku ke 5 dari suatu barisan biasa disebut dengan U5. Khusus untuk suku pertama dari suatu barisan biasa disimbolkan dengan huruf a.
Jadi bentuk umum untuk suatu barisan aritmatika yaitu U1,U2,U3, … ,Un-1 atau a, a+b, a+2b, … , a+(n-1)b
Menentukan Rumus Suku ke-n suatu barisan
Pasangan suku-suku berurutan dari suatu barisan aritmatika mempunyai beda yang sama, maka
U2 = a + b
U3 = U2 + b = (a + b) + b = a + 2b
U4 = U3 + b = (a + 2b) + b = a + 3b
U5 = U4 + b = (a + 3b) + b = a + 4b
U3 = U2 + b = (a + b) + b = a + 2b
U4 = U3 + b = (a + 2b) + b = a + 3b
U5 = U4 + b = (a + 3b) + b = a + 4b
Berdasarkan pola tersebut, dapatkah sobat menentukan suku ke-7, suku ke-26 hingga suku ke-90? Dengan menggunakan pola diatas kita dapat mengetahui dengan mudah suku-suku tersebut.
U7 = a + 6b
U26 = a + 25b
U90 = a + 89b
U26 = a + 25b
U90 = a + 89b
Sehingga berdasarkan runtutan penjelasan diatas untuk suku ke-n dapat kita peroleh menggunakan rumus :
Un = a + (n – 1)b, untuk n bilangan asli
DERET ARITMATIKA
Yang dimaksud dengan deret aritmatika adalah penjumlahan dari semua anggota barisan aritmatika secara berurutan. Contoh dari deret aritmatika yaitu 7 + 10 + 13 + 16 + 19 + …
Misalnya kita ambil n suku pertama, jika kita ingin menentukan hasil dari deret aritmatika sebagai contoh untuk 5 suku pertama dari contoh deret diatas. Bagaimana caranya?
7 + 10 + 13 + 16 + 19 = 65
Nah untuk 5 suku pertama, masih mungkin kita menghitung manual seperti diatas. Seandainya kita akan menentukan jumlah dari 100 suku pertama, apakah masih mungkin kita menghitung manual seperti itu. Walaupun bisa tetapi pastinya akan memakan waktu yang cukup lama. Nah kali ini akan kita tunjukkan cara menentukannya, sebagai contohnya untuk mennetukan jumlah 5 suku pertama dari contoh diatas.
Misalkan S5=7 + 10 + 13 + 16 + 19, sehingga
Walaupun dengan cara yang berbeda tetapi menunjukkan hasil yang sama yaitu 65. Perhatikan bahwa S5 tersebut dapat dicari dengan mengalikan hasil penjumlahan suku pertama dan suku ke-5, dengan banyaknya suku pada barisan, kemudian dibagi dengan 2. Analogi dengan hasil ini, jumlah n suku pertama dari suatu barisan dapat dicari dengan rumus berikut:
Sn = (a + Un) × n : 2
Dikarenakan Un = a + (n – 1)b, sehingga rumus di atas menjadi
Sn = 1/2 n(a+Un)
= 1/2 n[2a+(n-1)b]
= 1/2bn² + (a – 1/2b)n
= 1/2 n[2a+(n-1)b]
= 1/2bn² + (a – 1/2b)n
SISIPAN DAN DERET ARITMATIKA
Sisipan pada deret aritmatika yaitu menambahkan beberapa buah bilangan diantara dua suku yang berurutan pada suatu deret aritmatika sehingga diperoleh deret aritmatika yang baru. Sebagai contoh :
Deret mula-mula = 4 + 13 + 22 + 31 +……
Setelah disisipi = 4 + 7 + 10 + 13 + 16 + 19 + 22 + 25 + 28 + 31 +……
Untuk beda dari deret baru ini biasanya dinyatakan dengan b1, dapat ditentukan dengan rumus berikut :
b1 = b/(k+1)
b1 = beda deret baru
b = beda deret mula-mula
k = banyak bilangan yang disisipkan
PERMUTASI, KOMBINASI DAN PELUANG MATEMATIKA
1) Permutasi
Permutasi adalah susunan unsur-unsur yang berbeda dalam urutan tertentu. Pada permutasi urutan diperhatikan sehingga
Permutasi adalah susunan unsur-unsur yang berbeda dalam urutan tertentu. Pada permutasi urutan diperhatikan sehingga

Permutasi k unsur dari n unsur
adalah semua urutan yang berbeda yang mungkin dari k unsur yang diambil dari n unsur yang berbeda. Banyak permutasi k unsur dari n unsur ditulis :

Permutasi siklis (melingkar) dari n unsur adalah (n-1) !
Cara cepat mengerjakan soal permutasi
Cara cepat mengerjakan soal permutasi
dengan penulisan nPk, hitung 10P4
kita langsung tulis 4 angka dari 10 mundur, yaitu 10.9.8.7
jadi 10P4 = 10x9x8x7
kita langsung tulis 4 angka dari 10 mundur, yaitu 10.9.8.7
jadi 10P4 = 10x9x8x7
= 5040
Contoh permutasi siklis :
Suatu keluarga yang terdiri atas 6 orang duduk mengelilingi sebuah meja makan yang berbentuk lingkaran. Berapa banyak cara agar mereka dapat duduk mengelilingi meja makan dengan cara yang berbeda?
Jawab :
Banyaknya cara agar 6 orang dapat duduk mengelilingi meja makan dengan urutan yang berbeda sama dengan banyak permutasi siklis (melingkar) 6 unsur yaitu :
Jawab :
Banyaknya cara agar 6 orang dapat duduk mengelilingi meja makan dengan urutan yang berbeda sama dengan banyak permutasi siklis (melingkar) 6 unsur yaitu :
2) Kombinasi
Kombinasi adalah susunan unsur-unsur dengan tidak memperhatikan urutannya. Pada kombinasi AB = BA. Dari suatu himpunan dengan n unsur dapat disusun himpunan bagiannya dengan :
Kombinasi adalah susunan unsur-unsur dengan tidak memperhatikan urutannya. Pada kombinasi AB = BA. Dari suatu himpunan dengan n unsur dapat disusun himpunan bagiannya dengan :
untuk
Setiap himpunan bagian dengan k unsur dari himpunan dengan unsur n disebut kombinasi k unsur dari n yang dilambangkan dengan ,

Tentukan banyak himpunan bagian dari himpunan A yang memiliki 2 unsur!
Jawab :
Jawab :
Banyak himpunan bagian dari A yang memiliki 2 unsur adalah C (6, 2).
Cara cepat mengerjakan soal kombinasi
dengan penulisan nCk, hitung 10C4
kita langsung tulis 4 angka dari 10 mundur lalu dibagi 4!, yaitu 10.9.8.7 dibagi 4.3.2.1
jadi 10C4 = 10x9x8x7 / 4x3x2x1
jadi 10C4 = 10x9x8x7 / 4x3x2x1
= 210
3. Peluang Matematika
1. Pengertian Ruang Sampel dan Kejadian
Himpunan S dari semua kejadian atau peristiwa yang mungkin mucul dari suatu percobaan disebut ruang sampel. Kejadian khusus atau suatu unsur dari S disebut titik sampel atau sampel. Suatu kejadian A adalah suatu himpunan bagian dari ruang sampel S.
Himpunan S dari semua kejadian atau peristiwa yang mungkin mucul dari suatu percobaan disebut ruang sampel. Kejadian khusus atau suatu unsur dari S disebut titik sampel atau sampel. Suatu kejadian A adalah suatu himpunan bagian dari ruang sampel S.
Contoh:
Diberikan percobaan pelemparan 3 mata uang logam sekaligus 1 kali, yang masing-masing memiliki sisi angka ( A ) dan gambar ( G ). Jika P adalah kejadian muncul dua angka, tentukan S, P (kejadian)!
Jawab :
S = { AAA, AAG, AGA, GAA, GAG, AGG, GGA, GGG}
P = {AAG, AGA, GAA}
Diberikan percobaan pelemparan 3 mata uang logam sekaligus 1 kali, yang masing-masing memiliki sisi angka ( A ) dan gambar ( G ). Jika P adalah kejadian muncul dua angka, tentukan S, P (kejadian)!
Jawab :
S = { AAA, AAG, AGA, GAA, GAG, AGG, GGA, GGG}
P = {AAG, AGA, GAA}
2. Pengertian Peluang Suatu Kejadian
Pada suatu percobaan terdapat n hasil yang mungkin dan masing-masing berkesempatan sama untuk muncul. Jika dari hasil percobaan ini terdapat k hasil yang merupakan kejadian A, maka peluang kejadian A ditulis P ( A ) ditentukan dengan rumus :
Pada suatu percobaan terdapat n hasil yang mungkin dan masing-masing berkesempatan sama untuk muncul. Jika dari hasil percobaan ini terdapat k hasil yang merupakan kejadian A, maka peluang kejadian A ditulis P ( A ) ditentukan dengan rumus :
Contoh :
Pada percobaan pelemparan sebuah dadu, tentukanlah peluang percobaan kejadian muncul bilangan genap!
Jawab : S = { 1, 2, 3, 4, 5, 6} maka n ( S ) = 6
Misalkan A adalah kejadian muncul bilangan genap, maka:
A = {2, 4, 6} dan n ( A ) = 3
Pada percobaan pelemparan sebuah dadu, tentukanlah peluang percobaan kejadian muncul bilangan genap!
Jawab : S = { 1, 2, 3, 4, 5, 6} maka n ( S ) = 6
Misalkan A adalah kejadian muncul bilangan genap, maka:
A = {2, 4, 6} dan n ( A ) = 3
3. Kisaran Nilai Peluang Matematika
Misalkan A adalah sebarang kejadian pada ruang sampel S dengan n ( S ) = n, n ( A ) = k dan
Misalkan A adalah sebarang kejadian pada ruang sampel S dengan n ( S ) = n, n ( A ) = k dan

Jadi, peluang suatu kejadian terletak pada interval tertutup [0,1]. Suatu kejadian yang peluangnya nol dinamakan kejadian mustahil dan kejadian yang peluangnya 1 dinamakan kejadian pasti.
4. Frekuensi Harapan Suatu Kejadian
Jika A adalah suatu kejadian pada frekuensi ruang sampel S dengan peluang P ( A ), maka frekuensi harapan kejadian A dari n kali percobaan adalah n x P( A ).
Jika A adalah suatu kejadian pada frekuensi ruang sampel S dengan peluang P ( A ), maka frekuensi harapan kejadian A dari n kali percobaan adalah n x P( A ).
Contoh :
Bila sebuah dadu dilempar 720 kali, berapakah frekuensi harapan dari munculnya mata dadu 1? Jawab :
Pada pelemparan dadu 1 kali, S = { 1, 2, 3, 4, 5, 6 } maka n (S) = 6.
Misalkan A adalah kejadian munculnya mata dadu 1, maka:
A = { 1 } dan n ( A ) sehingga :
Bila sebuah dadu dilempar 720 kali, berapakah frekuensi harapan dari munculnya mata dadu 1? Jawab :
Pada pelemparan dadu 1 kali, S = { 1, 2, 3, 4, 5, 6 } maka n (S) = 6.
Misalkan A adalah kejadian munculnya mata dadu 1, maka:
A = { 1 } dan n ( A ) sehingga :
Frekuensi harapan munculnya mata dadu 1 adalah
Peluang Kejadian Majemuk
1. Gabungan Dua Kejadian
Untuk setiap kejadian A dan B berlaku :
Untuk setiap kejadian A dan B berlaku :
Catatan :
Contoh :
Pada pelemparan sebuah dadu, A adalah kejadian munculnya bilangan komposit dan B adalah kejadian muncul bilangan genap. Carilah peluang kejadian A atau B!
Jawab :
Pada pelemparan sebuah dadu, A adalah kejadian munculnya bilangan komposit dan B adalah kejadian muncul bilangan genap. Carilah peluang kejadian A atau B!
Jawab :
2. Kejadian-kejadian Saling Lepas
Untuk setiap kejadian berlaku
jika
sehingga
dalam kasus ini, A dan B disebut dua kejadian saling lepas.
Untuk setiap kejadian berlaku



3. Kejadian Bersyarat
Jika P (B) adalah peluang kejadian B, maka P (A|B) didefinisikan sebagai peluang kejadian A dengan syarat B telah terjadi. Jika
Jika P (B) adalah peluang kejadian B, maka P (A|B) didefinisikan sebagai peluang kejadian A dengan syarat B telah terjadi. Jika
4. Teorema Bayes
Teorema Bayes(1720 – 1763) mengemukakan hubungan antara P (A|B) dengan P ( B|A ) dalam teorema berikut ini :
Teorema Bayes(1720 – 1763) mengemukakan hubungan antara P (A|B) dengan P ( B|A ) dalam teorema berikut ini :
5. Kejadian saling bebas Stokhastik
(i) Misalkan A dan B adalah kejadian – kejadian pada ruang sampel S, A dan B disebut dua kejadian saling bebas stokhastik apabila kemunculan salah satu tidak dipengaruhi kemunculan yang lainnya atau : P (A | B) = P (A), sehingga:
(i) Misalkan A dan B adalah kejadian – kejadian pada ruang sampel S, A dan B disebut dua kejadian saling bebas stokhastik apabila kemunculan salah satu tidak dipengaruhi kemunculan yang lainnya atau : P (A | B) = P (A), sehingga:
Contoh – contoh soal peluang:
1. Percobaan melempar uang logam 3 kali.
A adalah kejadian muncul tepat dua muka berturut-turut.
Maka :
S = {mmm,mmb,mbm,mbb, bmm, bmb, bbm, bbb}
A = {mmb, bmm}
n(S) = 23 = 8
n(A) = 2
P(A) = 2/8 = 1/4
A adalah kejadian muncul tepat dua muka berturut-turut.
Maka :
S = {mmm,mmb,mbm,mbb, bmm, bmb, bbm, bbb}
A = {mmb, bmm}
n(S) = 23 = 8
n(A) = 2
P(A) = 2/8 = 1/4
2. Percobaan melempar dadu satu kali.
A adalah kejadian muncul sisi dengan mata dadu genap.
Maka :
S = {1,2,3,4,5,6}
A = {2,4,6}
n(S) = 6
n(A) = 3
P(A) = 3/6 = 1/2
A adalah kejadian muncul sisi dengan mata dadu genap.
Maka :
S = {1,2,3,4,5,6}
A = {2,4,6}
n(S) = 6
n(A) = 3
P(A) = 3/6 = 1/2
Jika peluang terjadinya A adalah P(A) dan peluang tidak terjadinya A adalah P(A) maka berlaku
_
P(A) + P(A) = 1
_
P(A) + P(A) = 1
Contoh:
Dari setumpuk kartu Bridge yang terdiri dari 52 kartu diambil 1 kartu. Berapakah peluang kartu yang terambil bukan kartu King?
Jawab:
P (King) = 4/52 = 1/13
P bukan King = 1 – 1/13 = 12/13
P bukan King = 1 – 1/13 = 12/13
KESEBANGUNAN DAN KEKONGRUENAN
BAB 1
Kesebangunan dan Kekongruenan
1. Dua bangun datar yang sebangun
Kedua bangun di atas, ABCD dan KLMN adalah dua bangun yang sebangun, karena memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
a. Pasangan sisi yang bersesuaian mempunyai perbandingan yang sama, yaitu:
Pasangan sisi AD dan KN = AD/KN = 3/6 = 1/2
Pasangan sisi AB dan KL = AB/KL = 3/6 = 1/2
Pasangan sisi BC dan LM = BC/LM = 3/6 = 1/2
Pasangan sisi CD dan MN = CD/MN = 3/6 = 1/2
Jadi, AD/KN = AB/KL = BC/LM = CM/MN
2. Dua segi tiga yang sebangun
Segitiga ABC dan PQR adalah sebangun, karena memiliki sifat :
a. Perbandingan sisi yang sama besar bersesuaian sama besar, yaitu :
AC bersesuaian dengan PR = AC/PR = 4/2 = 2
AB bersesuaian dengan PQ = AB/PQ = 4/2 = 2
BC bersesuaian dengan = QR BC/QR = 4/2 =2
b. Besar sudut-sudut yang bersesuaian sama, yaitu :
Perhatikan segitiga berikut :
Pada segitiga siku-siku dapat dibuat garis tinggi ke sisi miring, maka diperoleh rumus :
Kongruenan Bangun
1. Dua bangun datar yang kongruen
Perhatikan dua bangun datar berikut !
KL = PQ
LM = QR
MN = RS
NK = SP
KLMN dan PQRS kongruen. Dua bangun dikatakan kongruen jika kedua bangun tersebut memiliki bentuk dan ukuran yang sama.
2. Dua segitiga yang kongruen
Secara geometris dua segitiga konsruen adalah dua segitiga yang saling menutpi dengan tepat. Sifat dua segitiga kongruen :
a. Pasangan sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang.
b. Sudut yang bersesuaian sama besar.
Syarat dua segitiga kongruen adalah sebagai berikut :
Tiga sisi yang bersesuaian sama besar (sisi, sisi, sisi)
AB = PQ (sisi)
AC = PR (sisi)
BC = QR (sisi)
Dua sisi dan satu sudut apit yang bersesuaian sama besar (sisi, sudut, sisi)
AB = PQ (sisi)
BC = QR (sisi)
c. Satu sisi api dan dua sudut bersesuaian sama besar (sudut, sisi, sudut)
AC = RP (sisi)
CONTOH SOAL
Pada gambar di bawah diketahui AB = 6 cm dan BC. Tentukan
a. AC;
b. AD;
c. BD.
a. AC;
b. AD;
c. BD.
Jawab:
a. AC2 = AB2+BC2
= 62 + 82
= 36+64
= 100
AC = √100 = 10
b. AB2 = AD x AC
62 = AD x 10
36 = AD x l0
AD =36/10
= 3,6 cm
DC = l0 cm – 3,6cm
= 6,4 cm
c. BD2 = AD x DC
= 3,6 x 6,4
= 23,04
BD = √23,04 = 4,8 cm
a. AC2 = AB2+BC2
= 62 + 82
= 36+64
= 100
AC = √100 = 10
b. AB2 = AD x AC
62 = AD x 10
36 = AD x l0
AD =36/10
= 3,6 cm
DC = l0 cm – 3,6cm
= 6,4 cm
c. BD2 = AD x DC
= 3,6 x 6,4
= 23,04
BD = √23,04 = 4,8 cm

Komentar
Posting Komentar